Bercita-cita Menjadi Penulis Skenario
SELAIN aktif memberikan dukungan kepada ibu tunggal, perempuan lulusan Jurusan Jurnalistik Universitas Indonesia (UI) itu merupakan penulis skenario. Sudah banyak tulisannya yang dijadikan sebagai skenario sinetron, film televisi (FTV), buku, maupun diangkat ke layar lebar.
"Mimpiku dari kecil menjadi penulis skenario. Aku suka banget film The Sound of Music di TVRI dan ku tonton berulang-ulang, makanya aku berangan-angan aku mau jadi penulis film," jelas Mia yang juga sempat menjadi wartawan selama dua tahun.
Sejak 2002 ia mulai menjadi penulis skenario setelah menjadi wartawan dan managing editor. Jalannya menjadi penulis skenario terbuka setelah bertemu dengan penulis skenario dan diberi tawaran menjadi cowriter dan mengikuti workshop. Tema tulisan skenarionya difokuskan pada kehidupan remaja. Pasalnya, belum ada acara-acara yang mengangkat tema-tema kehidupan remaja.
"Temanya macam-macam tapi kebanyakan remaja. Kenapa remaja karena concern aku adalah karena remaja tidak punya tontonan, meskipun ada sinetron remaja ceritanya bukan cerita remaja. Jadi aku selalu ingin membuat cerita remaja, yang diperankan remaja, bercerita seputar masalah remaja, dan dengan cara penyelesaian remaja yang ceritanya adalah kehidupan sehari-hari," lanjutnya.
Selain remaja, Mia mengaku pernah menulis skenario sinetron yang menceritakan kehidupan pasangan urban. Dia mengaku senang membahas masalah-masalah kaum urban sehari-hari sehingga masyarakat yang menonton pun akan merasa itu cerminan kehidupan mereka.
Ibu
Mia merasa bersyukur sejak sembilan tahun pascabercerai, ibunya tetap memberikan dukungan dan merawat keempat anaknya.
"Jadi aku didukung sama ibuku, dia bantu aku rawat anak-anak, sementara aku kerja. Aku memberikan waktu ke anak-anak dan selalu menerangkan apa yang terjadi dengan saya dan suami tidak ada hubungannya dengan kalian (anak-anak). Ini masalah orang dewasa, tapi yang pasti saya akan pastikan kalian (anak-anak) tidak akan kekurangan cinta. Intinya kita mau bilang bahwa kita tetap orangtua kamu, kasih sayang tidak akan berkurang walaupun bercerai," paparnya.
Mia pun tetap membebaskan anak-anaknya bertemu mantan suaminya. Dengan demikian, mereka tetap mendapatkan kasih sayang ayahnya dan tidak ada permusuhan di antara orangtuanya. Meski ibunya bukan ibu tunggal, Mia mengaku sosok sang ibu merupakan anutan yang memberikan semangat dan inspirasi bagi dirinya.
"Aku sebenarnya tumbuh menyaksikan bagaimana sebenarnya orangtuaku tidak akur dan kadang-kadang aku sebagai anak merasa bersalah dan berpikir mereka bertahan karena aku. Aku melihat ibuku sejak kecil itu akan melakukan apa pun untuk anaknya. Dia buka warteg. Dia terima jahitan. Pokoknya bagi ibuku itu yang penting anak-anaknya sekolah," ungkapnya. Mia mengaku sejak usia 19 tahun, ia bekerja untuk membiayai kuliah dan hidupnya. Saat lelah, ia melihat sosok ibunya.
"Kalau sudah seperti itu (lelah) aku melihat ibuku dan berpikir mama saja yang cuma lulusan SMA bisa besarkan anak tiga sampai aku kuliah. Masa aku yang lulusan S-1 cemen banget kalau nangis. Jadi, aku kalau udah drop aku selalu lihat ibuku," papar Mia. (Riz/M-4)
Sumber: Media Indonesia.