Breaking News

LIDAH TAK BERTULANG



Mulutmu harimaumu, begitulah ungkapannya. Ungkapan ini hampir semakan dengan kata pepatah Arab “Salamat Al Insan hifz al lisani” Selamatnya manusia tergantung menjaga lisannya. Artinya berkata yang baik dan terukur tidak mengandung fitnah, itu merupakan jaminan terhadap keselamatan seseorang mengapa? Pasti para pihak yang merasa dicemarkan nama mereka sudah tentu tidak mau menerimanya. Karena hal tersebut sangat erat kaitannya dengan harga diri dan kewibawaan seseorang.

Islam jauh-jauh hari telah memperingatkan kita tentang berkata yang baik dan jangan menfitnah. Yaitu berkata lemah lembut, menggunakan bahasa yang sopan, dan tidak membicarakan orang dengan gaya hasud, menuduh tanpa bukti. Ini sangat berbahaya, sehingga fitnah dalam Islam digambarkan lebih kejam dari pembunuhan ”Alfitnatu asyaddu minal qatli” (QS:Al-Baqarah: 191). Kejam karena membiarkan orang hidup tanpa harga diri yang ujung-ujungnya membuat publik tidak percaya lagi kepadanya. Dengan demikian keberadaan dirinya seperti mayat yang beraktivitas tanpa ada empati dari masyarakat terhadapnya. Sehingga sering orang berseloroh “lebih baik mati berkalang tanah daripada hidup tanpa harga diri”. Tapi jangan diartikan boleh bunuh diri karena tidak mempunyai harga diri, sebaiknya bertobatlah.

Dalam kenyataan di masyarakat kesan fitnah ini lebih lama tersimpan dalam benak mereka ketimbang kebaikannya. Masyarakat kita masih gandrung dengan pepatah ”Karena nila setitik, rusak susu sebelanga“. Kalau pepatah ini dizaman batu, bisa dipahami, karena nila pada masa itu masih merupakan racun yang sangat berbahaya mengancam jiwa manusia. Tetapi sekarang pepatah tersebut sudah tidak bisa diakui kebenarannya. Karena nila sekarang sudah berubah menjadi obat penyembuh bagi penyakit yang diderita manusia. Sehingga kalau ada nila setitik dan susu sebelanga, maka itu menjadi sumber energi bagi kesehatan manusia.

Lain halnya dengan fitnah, tidak hanya merusak nama baik, tapi juga menjadi pembunuh karakter seseorang (caracter assasination). Akibatnya orang yang difitnah tersebut sepertinya sudah jatuh masih tertimpa tangga lagi (nauzubillahi). Sementara itu tukang penyebar fitnahpun merasa bangga bahwa dia telah berjasa merusak nama baik orang dan membunuh karakternya. Perasaan bersalah (quilt felling) dan budaya malu (shame culture) nyaris tidak ada pada tukang fitnah tersebut. Yang ada hanyalah dia bisa merasa puas karena menjatuhkan seseorang. Padahal dalam Alqur’an ancaman yang keras pada tukang fitnah sama seperti ancaman orang-orang kafir ( Qs Al-Baqarah :6-7) dan Musyrik (QS: Al Maidah :72) Disinilah perintah untuk berkata mulia (Qaulan karimah), berkata lemah lembut (qaulan layyinah). Berkata yang baik (qaulan ma’rufa), berkata yang berbobot (qaulan tsaqilan) menjadi sangat penting artinya bagi sesama. Karena disini pula terdapat penghargaan, penghormatan atas diri seseorang, maupun sesama.

Lalu bagaimana nilai orang yang memfitnah dan difitnah itu dimata Allah? Alqur’an secara tegas mengatakan bahwa orang yang memfitnah atau menghina itu lebih jelek dari pada orang yang difitnah atau di hina (Qs: Al Hujrat: 11-12)

Saya berpendapat bahwa menghina sama saja dengan memfitnah karena sama-sama merusakkan harga diri seseorang maupun karakternya. Kita bisa membayangkan betapa jahatnya fitnah itu, karena bisa menghinakan diri dan menyesatkan mereka pada jurang kesesatan. Anehnya orang yang suka menfitnah/menghina tidak pernah sadar dengan perbuatan konyolnya, bahkan terus melakukan perbuatan konyol tersebut terhadap sesama. Mungkin dia merasa “puas“ dengan perbuatannya itu, atau memang menjadi tukang fitnah profesional karena dibayar?

Karena fitnah itu termasuk perbuatan batil, maka kata Allah yang batil itu akan hancur “Inna al bathil lakana zahuka”. (Qs: Al Isro : 81) ayat ini menunjukkan bahwa yang tidak benar/batil itu pasti lenyap. Maka mulutmu harimaumu benar adanya.

Bahkan lahir istilah tersebut saya menduga karena terinspirasi dari kebenaran ayat tersebut. Sehingga terkesan sepintas hanya terkesan beda redaksi, tapi esensinya sama, yaitu mencelakakan /menyesatkan para pihak suka memainkan fitnah melalui lisan mereka. Sungguh ini sesuatu yang ironis, dan terjadi hampir diseluruh lini kehidupan manusia, sehingga telah memakan korban manusia yang tidak terhitung banyaknya.

Mungkin kita hanya bisa berdoa, semoga mereka bisa sadar dan kembali pada jalan yang benar, InsyaAllah.

Penulis: Prof. Dr. Thohir Luth, MA

Tidak ada komentar

Halaman