Breaking News

Guru Harus Mampu Jadi Ujung Tombak Pendidikan Karakter


Peraturan Presiden No.87/2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter mengamanatkan guru sebagai ujung tombak dan memikul tanggung jawab utama dalam membentuk karakter peserta didik melalui olah hati, olah rasa, olah pikir, dan olah raga.

Karena itu, peningkatan kualitas dan kuantitas serta pemerataan guru menjadi syarat penting dalam mendorong implementasi Perpres tersebut.

Hal itu disampaikan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy seusai memimpin upacara puncak peringatan Hari Guru Nasional (HGN) 2017 di halaman kantor Kemendikbud, Jakarta, Sabtu (25/11).

Muhadjir kembali menegaskan penguatan karakter kian mendesak seiring dengan tantangan berat yang dihadapi dunia pendidikan di masa mendatang. Para siswa-siswi saat ini dihadapkan pada globalisasi yang mengharuskan mereka beradaptasi dengan perkembangan kultural yang ada. Selain itu, peserta didik saat ini merupakan calon generasi emas Indonesia 2045 yang harus memiliki bekal jiwa Pancasila.

"Ibarat pasukan infantri, itu pasukan paling depan dalam berperang. Dalam konteks pendidikan, guru merupakan pasukan terdepan yang menentukan. Kalau sampai pendidikan gagal, yang pertama bertanggung jawab guru. Karena guru berperan penting dalam melawan kebodohan dan kejumudan. Untuk itu guru harus menjadi sumber keteladanan," ucapnya.

Muhadjir memaparkan pendidikan di Tanah Air belum lepas dari masalah-masalah mendasar seperti soal kualitas dan kuantitas guru. Ia mencatat dalam lima tahun terakhir ada 295 ribu guru yang pensiun. Namun, perekrutan baru belum dilakukan karena adanya moratorium sejak tujuh tahun lalu.

Sementara itu, terdapat 738 ribu guru non-PNS di luar guru pendidikan agama Islam (PAI)--yang merupakan domain Kementerian Agama. Jika ditambah dengan guru PAI jumlahnya 840 ribu. "Kita kekurangan guru terutama guru PNS," imbuhnya.

Karena sistem pengelolaan saat ini sudah terdesentralisasi, Muhadjir berpesan kepada pemerintah daerah untuk terus berkomitmen meningkatkan kuantitas dan kualitas guru. "Anggaran pendidikan 20%. Dari situ, 66% dikelola pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota. Yang dikelola Kemendikbud hanya 9%. Perlu adanya peran pemerintah daerah untuk ikut serta melakukan redistribusi guru, meningkatkan kompetensi, dan memenuhi kesejahteraan guru yang masih di bawah standar minimum,” jelasnya.

Sedangkan Pelaksana tugas (Plt) Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud Hamid Muhammad menyatakan, pihaknya menyiapkan lima program afirmasi khusus untuk memenuhi kebutuhan guru yang di daerah-daerah, terutama pada daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T).

“Penyediaan guru di daerah 3T menjadi perhatian untuk meningkatkan layanan pendidikan,” ujarnya.

Ia memaparkan program tersebut ialah sarjana mendidik di daerah 3T (SM3T), guru garis depan (GGD), sertifikasi keahlian dan sertifikasi pendidik bagi guru SMA/SMK (program keahlian ganda), pemberian subsidi bantuan pendidikan konversi GTK, PAUD, dan Dikmas, serta pendidikan dan pelatihan (diklat) berjenjang bagi tenaga pendidik PAUD.

Program GGD angkatan pertama, lanjut Hamid, telah mengirimkan 798 guru profesional ke 28 kabupaten di daerah 3T. Mereka disebar ke Aceh, NTT, Papua, dan Papua Barat.

“Kemendikbud akan merekrut 17.000 GGD untuk ditempatkan di 15.000 desa, daerah 3T. Guru tersebut akan menyandang status calon pegawai negeri sipil (CPNS) setelah lulus program GGD. Program tersebut dicanangkan akan bergulir hingga tahun depan,” tutur Hamid.

Tahun ini, lanjut Hamid, Kemendikbud merekrut 6.296 guru hasil dari seleksi program GGD 2016. Program GGD 2018 akan melibatkan guru honorer bergelar sarjana yang sudah mengabdi di sekolah-sekolah 3T. Saat ini, jelas Hamid, pihaknya juga tengah menggodok rencana perekrutan 17.000 GGD. (OL-4)

Sumber: MI

Halaman