Breaking News

Sistem Pendidikan K-13 masih Jauh dari Ideal


Desi Erfina mengatakan K-13, kurikulum pendidikan yang diberlakukan saat ini, masih jauh dari kesempurnaan dan masih memerlukan perbaikan. Pada penerapannya, sistem pendidikan pada kurikulum tersebut masih punya banyak kekurangan dan jauh dari kurikulum ideal. "Sangat jauh dari ideal. Bahkan jika dibandingkan dengan dampak positif dan negatifnya, cenderung imbang, atau bahkan di beberapa daerah, cenderung lebih banyak dampak negatifnya," katanya, Minggu (29/1). Ia mencontohkan, siswa kelas 3 sekolah dasar sudah sering mendapat tugas untuk melakukan observasi di sekitar lingkungan tempat tinggal dan membuat laporan.

Meskipun itu sifatnya mengajari anak untuk lebih mengenal lingkungan sekitar, metode yang digunakan dirasa kurang sesuai dengan anak di usia tersebut. Kasus lainya, penugasan siswa kelas 5 dan kelas 6 sekolah dasar untuk mencari jawaban masalah buku panduan di situs internet, yang bagi sebagian besar siswa sekolah dasar di perdesaan, akses internet merupakan sesuatu yang sulit dilakukan. Selain faktor lokasi, mereka belum pernah diajari menggunakan sarana komputer. "Hasil yang ingin dicapai dari hal tersebut tidak tercapai karena pada akhirnya yang mengakses ialah petugas warnet dan si siswa hanya menunggu. Hasilnya pun belum tentu akan mereka baca. Ini kondisi riil di perdesaan," kata Bunda Fifin, panggilan Desy Erfina.

Ia menilai, kebijakan tersebut tidak melalui kajian menyeluruh, terutama yang berkaitan dengan dampak dan kesesuaiannya dengan kondisi sosial dan geografis daerah. Ia menduga, kajian untuk kebijakan itu hanya sebatas kajian yang murni berkaitan dengan bentuk kebijakan dan belum menyentuh dampak dan kesesuaiannya dengan kondisi masyarakat, terutama yang bukan di kawasan perkotaan. Selain itu, saat ini muncul kesan adanya kekurangsinkronan antara kebijakan untuk pendidikan taman kanak-kanak (TK) dan sekolah tingkat dasar. Sistem pendidikan TK saat ini lebih difokuskan pada kemampuan bersosialisasi dan tidak lagi pada baca tulis. Sementara itu, di sekolah tingkat dasar, sudah tidak ada lagi pelajaran cara membaca dan cara menulis.

"Di TK, baca tulis sudah bukan yang utama karena lebih memfokuskan kemampuan bersosialisasi dan berkreasi. Sementara itu, ketika masuk kelas 1 SD, mereka sudah dibebani LKS (lembar kerja siswa). Jelas ada yang terputus," ujarnya. Karena itu, ia meminta pemerintah, khususnya yang memiliki kewenangan mengatur sistem pendidikan dasar, untuk melakukan kajian secara menyeluruh dan melakukan sinkronisasi antara bidang yang satunya. Meskipun bukan dari sarjana pendidikan, kata Fifin, ia merasakan hal itu karena sebagai pembimbing kelompok belajar yang banyak menyerap informasi dari peserta bimbingannya, ia juga sering kali menerima keluhan wali murid berkaitan dengan hal tersebut.

"Sebuah kebijakan memang tidak bisa langsung sempurna, tapi setidaknya hal-hal yang menjadi dampak negatif dari kebijakan itu sudah bisa diantisipasi dari awal," jelas Fifin. Tidak bisa, ujar dia, sebuah kebijakan yang belum matang langsung diterapkan sambil dilakukan perbaikan di tengah jalan. Sebabnya, cara seperti itu akan mengorbankan siswa yang menjadi bagian dari masa uji coba. "Memang cukup mengherankan, jika setiap kali berganti menteri pendidikan, selalu mengganti kebijakan sistem pendidikan. Harusnya sistem pendidikan menjadi hal yang final, sementara yang bisa berubah adalah pola sistem tersebut, berikut program-programnya," kata Fifin.

Sumber : Media Indonesia

Halaman